teruslah belajar

tiada kata terlambat untuk belajar, TERUSLAH BELAJAR

Kamis, 30 Oktober 2014










BELAJAR....
adalah salah satu sifat dasar manusia. sejak kita bayi kta telah familiar dengan BELAJAR.
mau makan, kita BELAJAR
mau berjalan kita BELAJAR
berbicarapun mesti BELAJAR.
jika demikian mengapa anak-anak begitu stress atau malas jika disuruh BELAJAR.

Nak....waktunya BELAJAR, mereka dengan sigap dan cepat menjawab nantilah atau mau makan dulu lah, atau capek lah, atau alasan apapun yang lainnya agar mereka tidak BELAJAR. sementara ketika kecil orang tua yang kewalahan ketika mereka mau BELAJAR sesuatu karena menarik perhatiannya.

Sementara diluar sana, banyakorang tua, yang usianya sudah tua masih mau BELAJAR dan mengejar ke jenjang yang lebih tinggi, meskipun usia mereka ssudah senja dan secara jabatan mereka tidak lagi membutuhkannya. apakah mereka baru sadar untuk terus BELAJAR nanti di usia senja atau apakah alasan lainya?

Apakah sebenarnya yang terjadi dengan BELAJAR? ataukah makna apa yang telah kita berikan pada kata BELAJAR ini, sehingga begitu "menakutkan" atau "membosankan"?
apakah BELAJAR melulu di depan meja dengan sikap belajar yang benar, atau BELAJAR adalahmembaca buku, atau sekedar menulis dan menyalin?

Ataukah belajar adalah mengenali, mengerti dan melakukan sesuatu yang telah dipelajari?

Apakah BELAJAR yang salah atau mansuia yang mestinya BELAJAR yang salah?

BELAJAR adalah bekal untuk kemuliaan kehidupan yang dianugerahkan Allah. dengan BELAJAR, manusia akan muncul sebagai manusia yang beradab dan cerdas, bijaksana dan sanggup hidup dengan lebih baik. kemuliaan Allah napmpak dari kualitas manusia yang diciptakanNya.

BELAJAR tidaklah cukup dengan menjadikan seseorang bergelar, tetapi BELAJAR menjadikan manusia memiliki makna kehidupan yang lebih mulia apalagi jika juga BELAJAR untuk mengajar.

Karena itu teruslah belajar, tiada kata berhenti untuk belajar. apa saja disekitar kita dapat menjadi sumber BELAJAR. Kegagalan dan kesuksesan sekalipun adalah hal penting untuk dipelajari. Karunia ini adalah dari Alllah. pergunakanlah. karena Dia akan meminta pertanggugn jawaban kepada kita nantinya.

SELAMAT BELAJAR....!

Agama dalam Dialog



Mata Kuliah                    :  Teologi  Religionum
Dosen Pengampu            :  Pdt. Daud Sangka’ P.


ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN TH SUMARTANA
Dalam Buku : Agama Dalam Dialog Pencerahan, Pendamaian dan Masa Depan (Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann)


                                              









Oleh :
Uci Sumarlin






BEBERAPA TEMA DIALOG ANTAR-AGAMA KONTEMPORER

A.    Pendahuluan
Dalam rumah kita, kita memiliki hobby dan kesukaan yang tidak melulu sama. Di sekitar tempat tinggal kita tentu terdiri dari berbagai macam manusia dengan karakter dan kondisi sosialnya masing-masing, bahkan di tempat kerja juga demikian. Begitu banyaknya perbedaan tentu menjadikan kita semakin ‘kaya’ dalam segala hal, tetapi sekaligus dapat ‘membingungkan’ dalam hal yang lain. Di era post modern ini tentu perbedaan itu biasa, pergeseran masyarakat dari tradisional ke modern dan kemudian postmodern menunjukkan kemajuan peradaban terus terjadi pada manusia.  Demikian juga halnya dengan teologi dan berdialog , khususnya dalam dialog antar agama kontemporer. 
Dialog agama-agama menjadi hal yang dapat ditemui dalam keseharian. Sebagai contoh di sekolah, tidak hanya terdapat guru yang sama, khususnya dalam hal agama. Kondisi ini tidak menjadikan kita kemudian terkurung dan tidak mau bergaul. Kondisi profesionalitas, misalnya, mengharuskan kita berdialog dengan orang-orang di sekitar kita. Kondisi ini kemudian lebih dikenal dengan istilah konteks. Sehingga dapat dikatakan bahwa teologi agama-agama atau dialog antar agama lahir dari konteks yang disajikan oleh zaman. Zaman dimana komunikasi dan dialog mau tidak ma terus berlangsung baik itu secara teologis maupun secara non teologis.
Apakah yang dimaksud teologi relegionum? Teologi agama-agama artinya[1] :
·         Teologi dari agama yang berkembang khususnya agama modern (agama langit : teologi keselamatan, kematian, hari kiamat, dll),
·         Teologi yang dibanguhn menjadi teologi semua agama (Teologi Universal)
·         Teologi yang dibangun masing-masing agama karena konteks plural dalam masyarakat dan bangsa seperti Indonesia.
Teologi Agama-agama (dalam bahasa Inggris Theology of Religions, dalam bahasa Latin Theologia Religionum) adalah cabang dari ilmu teologi yang membahas bagaimana kekeristenan memberi respons teologis terhadap kenyataan adanya pluralitas agama di luar dirinya.[2] Fokus studi teologi agama-agama adalah bagaimana umat Kristen memandang dan menilai agama-agama lain, serta bagaimana hubungan yang positif antar-agama dimungkinkan melalui teologi yang dikonstruksi.[3] Salah satu pionir di dalam teologi agama-agama adalah teolog Inggris yang bernama Alan Race.[4]
Teologi agama-agama ini penting untuk dipahami dan dipelajari bahkan diberlakukan dalam kehidupan, sebab tidak dapat dipungkiri bahwa kita hidup di zaman plural atau dalam masyarakat yang plural. Jadi tantangan agama-agama adalah pluralism yang tidak dapat dihindari pada bagian dunia manapun.[5] Karena itu, penting untuk memikirkan model dialog yang bagaimana yang akan diberlakukan dalam kehidupan bersesama dan bermasyarakat di Indonesia khususnya. Salah satu yang memberikan sumbangsih pemikiran adalah Th. Sumartana yang kemudian menyumbangkan salah satu pemikiran pada buku yang bersifat bunga rampai. Buku yang merupakan punjung tulis 60 Tahun kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann hasil suntingan Balitbang PGI, dengan judul : “Agama dalam Dialog, Pencerahan, Pendamaian, dan Masa Depan”.[6]
B.     Deskripsi Pemikiran Th. Sumartana
Siapakah Th Sumartana ini? Th. Sumartana, lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah, 15 Oktober 1944. Direktur Yayasan Dialog Antar Iman (Dian) ini, lulus Sarjana Teologi dari Sekolah Tinggi Theologi Jakarta, tahun 1972, dan studi dialog antaragama di Geneva (1972-1973). Memperoleh gelar Ph.D. pada jurusan Misiologi dan Perbandingan Agama, Freij Universiteit, dengan judul disertasi Mission at the Cross Road. Pernah bekerja sebagai Redaktur Teologi pada BPK Gunung Mulia (1972-1975), sebagai staf Lembaga Penelitian dan Studi Dewan Gereja-gereja di Indonesia, Jakarta (1975-1982). Tahun 1991-1995, sebagai pengajar tetap pada Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Cendekiawan Kristiani ini seringkali menyoroti perihal kesibukan berteologi yang kurang peka terhadap tanda-tanda zaman. Dalam sebuah tulisan bertajuk "Theologia Religionum: Sebuah Pengantar" ia mengemukakan kesibukan berteologi kita sekarang ini terasa kurang terarah. Mungkin, karena kita kurang merumuskan persoalan dengan jelas, atau bisa juga karena soal yang kita pergumulkan kurang mempunyai pijakan pada kenyataan kehidupan. Kesibukan kita kurang peka terhadap tanda-tanda zaman. Sehingga, teologi kita tidak punya komitmen yang sungguh-sungguh terhadap masa depan.
Dalam buku ini, Th Sumartana mengemukakan beberapa hal sebagai berikut :
Ø  Dialog agama-agama kontemporer lahir dari konteks pluralisme, berbeda dengan corak agama-agama dimasalalu. Karenanya membutuhkan basis pemahaman teologis, institusional, aktivitas serta kiprah agama dalam masyarakat.
Ø  Tulisannya berangkat dari pengalaman pada lembaga INTERFIDEI, lembaga yang bergerak dalam bidang dialog antar iman atau agama. Yang kemudian melahirkan pemikiran Th Sumartana bahwa dialog antar agama adalah sebuah garis dengan titik-titik tematik yang saling menyambung atau berkaitan satu dengan yang lain, yang tertenun dalam pergaulan formal ataupun non formal
Ø  Dialog yang terjadi antar agama adalah bersifat umum / non teologis dan teologis. Tetapi secara implisit ada dalam setiap perumusan sikap serta massalah yang digeluti bersama.
Ø  Rumusan tematik dialog antar agama-agama ini, terdapat lima pokok yang perlu dicermati bersama-sama, yaitu :
1.      Jembatan mistik, hal mistisisme adalah hal biasa bagi masyarakat Indonesia. Pengalaman mistis adalah cara untuk mentrandensikan pengalaman keagamaan yang sudah menjadi terlalu doktriner-rasionalistis. Hal mistis yang kemudian dijadikan “jembatan” adalah  kesenangan berada di hadirat Tuhan. Sehingga orang akan bersatu untuk bergaul dengan Tuhan. Perbedaan antar agama akan menjadi cair, karena pengalaman dalam kesatuan dengan Tuhan yang mengatasi segala agama. Tuhan menjadi pusat dalam pengalaman mistik, yang menjadi pengalaman tentang transendensi yang bisa melintasi perbedaan antar agama, tanpa terjerumus dalam upaya penggabungan (amalgamasi) di satu pihak dan konfirmasi di pihak lain.
2.      Pendekatan Historis-Sosiologis, pendekatan ini adalah upaya untuk memanfaatkan ilmu-ilmu sosial lain, khususnya sejarah dan sosiologi. Secara historis, Sumartana menjelaskan bahwa setiap agama dapat menemukan proses kejadian serta asal-muasal dari munculnya sebuah fenomena keagamaan tertentu, misalnya Doktrin Trinitas, sebagai teks. Hal lain yang penting adalah konteks yang saling berpengaruh dengan teks, sehingga tidak dapat dipisahkan. Fenomena agama, yang bukan melulu soal wahyu saja, tetapi juga fenomena kemanusiaan yang penting untuk dikaji ulang dan ditafsir ulang dengan tuntutan konteks yang baru. Jadi, dialog antar agama ditempatkan pada konteks yang dinamis, yang terus mengalami pembaharuan, reinterpretasi, rekontekstualisasi, dan melakukan kajian ulang terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan mereka.
3.      Etika Sosial Keagamaan (Komitmen Praktis), dialog antar agama diusulkan pada pergaulan yang bercorak praktis. Salah satu konteks Asia adalah kemiskinan atau keterbelakangan masyarakat dan kemiskinan rakyat, yang membutuhkan respon aktif dari para pemeluk agama, dengan kata lain semua ini berada dalam tataran etika social agama, sahingga agama-agama mesti memberikan respon etis. Kegiatan sosial bersama berbasis solidaritas social merupakan kegiatan konkret yang dapat dilakukan. Atau yang lainnya adalah kegiatan dibidang social ekonomi atau social politik. Hal ini kemudian dapat menjadi kekuatan dalam dialog antar umat beragama. 
4.      Dialog Antar Manusia Selaku Pribadi, pada tematik ini, Sumartana hendak menyampaikan bahwa menghargai manusia selaku pribadi, sebagaimana Tuhan selalu berhubungan dengan setiap pribadi manusia, adalah sama dengan kita menghargai agama yang dianutnya atau sebaliknya. Pribadi ini tentunya mengenal dengan baik integritasnnya dan dapat mengahargai integritas penganut agama lain. Orang tidak dapat menghargai integritas iman tertentu tanpa menghargai pribadi orang lain. Permulaan dialog antar agama adalah dialog antar manusia.
5.      Pengalaman Dialog dalam Doa dan Ibadah Bersama, Sumartana menngemukakan usulan ini berdasarkan pengalaman di INTERFIDEI, yang kerap melakukan ibadah bersama atau doa bersama dengan tema tertentu misalnya Natal, makna berpuasa, makna kematian dll. Dengan kesempatan ini dibicarakan secara tebuka pandangan dari berbagai agama, dan dinikmati secara bersama.
Sebagai penutup Sumartana mengemukakan bahwa sebenarnya INTERFIDEI adalah sebagai “fasilitator” bagi semua pihak yang tertarik kepada gagasan tentang dialog. Lanjut menurut beliau bahwa dialog yang dimaksudkan bukan “competiton of truth” mencari yang benar. Sumartana menutup dengan mengutip tulisan Mencius (372-289 sM) bahwa :”sesuatu yang lain yang kita temukan pada orang lain, adalah sesuatu dari diri kita sendiri (yang hilang yang ditemukan kembali). Pemikiran atau usulan tematik yang diusulkan Sumartana, tentu bukanlah satu-satunya, namun kiranya itu cukup untuk memberi tema dialog kontemporer di negeri ini.

C.     Analisis terhadap Pandangan Th. Sumartana
Pemikiran Sumartana yang dipaparkan dalam buku ini, sedikit banyak merupakan pengalaman hidup memberi diri dalam lembaga INTERFIDEI, yang terbentuk dengan latar belakang konflik yang terjadi karena perang dingin, kesadaran baru untuk menghormati agama lain secara internasional maupun nasional, persoalan kemanusiaan, konflik social politik, keterpanggilan mengembangkan sikap positif dan bekerjasama membangun masyarakat dan pandangan filosofis yang memandang penganut-penganut agama sebagai unsur-unsur penting dalam mengembangkan masyarakat. Bahkan memang benar-benar pengalaman di dalamnya. Melihat latar belakang terbentuknya lembaga INTERFIDEI ini maka nampak bahwa maksudnya tulus dan mulia. Dengan demikian, hasil pemikirannya adalah cerminan pengalaman dialog antar agama yang telah dan sedang terjadi, di Indonesia khususnya.
Melihat pemaparan Sumartana, maka secara pribadi saya melihat kekuatan pemaparannya ada pada pengalaman yang melahirkan konsep usulan yang akan dan sedang dilaksanakan dalam dialog antar agama. Apa yang diusulkan Sumartana seperti jembatan mistis, etika social keagamaan, atau pun masalah historis sosiologi adalah model dialog antar agama yang cukup menyentuh konteks hidup bersesama di Indonesia, sehingga dapat dilaksanakan demi mencapai hidup bersesama yang indah di Indonesia, dan masyarakat menjadi tumbuh dan berkembang. Hal lain yang menarik adalah, tematik dialog antar umat beragama yang diusulkan sangat kontekstual, dan memulai dari diri sendiri dengan integitas penganut agamanya sampai kehidupan interaksi social dan etika sosial dalam pengembangan masyarakat, atau dapat dikatakan bersifat holistik. Disamping itu, tanggapan bahwa setiap orang yang ada disekitar kita adalah bagian dari diri kita sendiri, adalah prinsip yang dapat dipegang teguh dalam berdialog dengan sesama manusia dan antar agama. Sehingga tujuan dialog adalah bukan menentukan yang benar secara mutlak, tetapi untuk menjawab kebutuhan konteks yang ada, dijawab Sumartana dalam pemaparannya dan baik untuk dilakukan dan diaplikasikan dalam keseharian kita.
Namun demikian, menurut hemat saya, yang sederhana ini, terdapat beberapa kelemahan yang dalam tulisan Sumartana: Pertama, tulisan Sumartana cukup sulit untuk dimengerti, sedikit berputar-putar dan penuh dengan istilah-istilah baru. Kedua, melihat pengakuan Sumartana bahwa INTERFIDEI adalah fasilitator menjadikan tematik usulan dialognya menjadi bersifat teoritis dan tidak praktis. Dalam konteks kita saat ini, yang kita butuhkan tidak sekedar kognitif dari bagaimana berdialog dengan model-modelnya, tetapi bagaimana melakukannya bahkan memulainya dalam kehidupan sehari-hari, karena manusia hidup dalam praktek hidup keseharian tidak hanya pada tataran diskusi saja.
Sementara itu, usulan Sumartana ini tidak dapat secara merata dilaksanakan dalam berbagai konteks di Indonesia. Sebagai contoh beberapa daerah di Indonesia yang memiliki historis yang tidak baik dan menjadi musuh, yang memiliki latar belakang yang kelam. Sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah kesalahan masa lalu akan menghubungkan jembatan ini dengan baik?. Hal lain, pada usulan etika sosial keagamaan (komitmen praksis), mengusulkan komitmen praksis yang dibangun bersama, namun Sumartana tidak menyertakan bagaimana membangun komitmen itu, apa tantangannya, atau masih bersifat umum dan tidak konkret.
Secara pribadi usulan-usulan tematik yang dipaparkan Sumartana adalah upaya yang baik yang saya dukung dan turut serta ingin megejawantahkan dalam kehidupan bersesama dan bermasyarakat. Kelemahan-kelemahan tidak menjadikan usulan ini tidak dapat dilakukan bersama. Setiap yang terbeban pada dialog antar umat beragama mesti mendalami usulan Sumartana ini, dan dapat dipadupadankan dengan usulan lain tentunya, sebab model pendekatan dalam hidup bersesama tentu tidak kaku, tetapi terus berkembang dan maju dengan dinamis seiring dengan perkembangan konteks masyarakat bersesama.

D.    Penutup
Sebagai kesimpulan adalah bahwa setiap apa yang Tuhan izinkan ada disekitar kita mesti kita percayai sebagai bagian dari hidup kita yang mesti diterima dan dijaga, bukan ditolak dan diabaikan. Dialog antar agama kontemporer tidak hendak memunculkan satu yang mutlak paling benar, tetapi bagaimana kedamaian di dunia tercipta, bagaimana masyarakat akan berkembang dengan baik dan dinamis. Usulan apapun yang ditawarkan, jika dilakukan dengan tulus ikhlas dengan maksud yang baik dan benar akan menjadi berkat secara pribadi atau secara umum.
Dialog antar agama membutuhkan penganut agama lain, dan dilakukan demi kepentingan bersama. Karenanya kita mesti saling menghargai dan menerima satu dengan yang lain.
Harapan saya setelah mempelajari teologi relegionum ini menjadikan setiap orang paham pentingnya dialog ini demi perkembangan masyarakat dan memberi jawaban atas tantangan-tantangan agama-agama. Secara khusus bagi Pendidikan Agama Kristen sebagai mata pelajaran atau mata kuliah, mesti mengajarkan dengan baik, disamping mengajarkan integritas yang jelas, juga mengajarkan bagaimana mengaplikasikan integritas yang kuat itu di masyarakat. Sehingga penting memikirkan dengan matang desain pembelajaran yang menarik dan tepat sasaran akan dialog antar agama ini. Sehingga makna hidup kita sebagai seorang Kristen yang hadir untuk hidup bersesama dengan orang lain siapapun dia dapat terlaksana dengan baik. Dan kelak dapat kita pertanggung jawabkan pada Dia, sang pemilik semua agama dan manusia di dalamnya.



[1] Bahan kuliah mata kuliah Teologi agama-agama, pada 22 November 2013, oleh Dosen Pengampu : Bpk. Pdt. Daud Sangka’ P.
[2] Th. Sumartana. 2007. "Theologia Religionum". Di dalam Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia. Tim Balitbang PGI (Eds.). Jakarta: BPK Gunung Mulia.
[3] Ibid
[4] Inggris)Ian Markham. 2004. "Christianity and Other Religion". In The Blackwell Companion to Modern Theology. Gareth Jones (Ed.).Malden, MA: Blackwell Publishing.

[5] Op. cit, lihat bahan kuliah Pdt. Daud Sangka’ P.
[6] Buku ini disunting oleh Panitia PEnerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf Herbert Schumann BAlitbang PGI.

Minggu, 21 September 2014

PENERAPAN SHARING KNOWLEDGE PADA PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK) BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)




PENERAPAN SHARING KNOWLEDGE PADA
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK) BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)




Oleh:
Uci Sumarlin
MAHASISWA PROGAM PASCASARJANA STAKN TORAJA








DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Knowledge
2.2. Management
2.3. Knowledge Management
2.4. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
2.5. Pengertian Pendidikan Agama Kristen (PAK)
2.6. PAK bagi Anak Berkebutuhab Khusus (ABK)

BAB III PEMBAHASAN
3.1. Keadaan Umum Pendidikan Anak Berkebutuhan khusus
3.2. Sumber Daya manusia/Human Capital (HC) Division
3.3. Implementasi Knowledge Management pada PAK bagi ABK

BAB IV KESIMPULAN & SARAN
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA











BAB I
 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi yang ditunjang oleh inovasi juga ditandai denganperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Menyadariakan persaingan yang semakin berat, maka diperlukan perubahan paradigmaorganisasi dari yang semula mengandalkan pada resource-based menjadiknowledge-based yang bertumpu pada pengembangan meta data bases, datamining, data warehouse, dan sebagainya. Upaya lain yang perlu dilakukan kedepan adalah pengembangan SDM dan knowledge sharing (berbagi knowledge)dikalangan karyawan menjadi sangat penting guna meningkatkan kemampuanmanusia untuk menghasilkan inovasi. Knowledge management adalah bagaimanaorang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling berbicara, yangsekarang populer dengan label learning organization.Knowldege management menjadi bidang yang penting dalam prosespembelajaran sebuah organisasi. Pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi harusmampu memberikan kemajuan bagi organisasi itu sendiri. Agar organisasi dapatbertahan hidup, maka diwajibkan setiap orang yang ada di dalam organisasisharing pengetahuan. Untuk itu dibutuhkan manajemen yang kuat agarpengetahuan tersebut mengakar di setiap individu dalam organisasi dan tidakhilang begitu saja dengan didukung infrastruktur untuk penyebaran informasi dilingkungan organisasi.
Tidak pada dunia organisasi bisnis saja, tetapi juga dalam organisasi pendidikan, dibutuhkan pengelolaan pengetahuan, agar setiap yang terlibat di dalamnya mendapatkan perkembangan demi kemajuan individu maupun organisasi. Untuk itu, setiap yang terlibat itu pula perlu memiliki paradigma yang sama, dan tujuan yang sama dalam mengembangkan dan mengelola pengetahuan, atau yang lebih dikenal dengan istilah KM.
Perkembangan dewasa ini mengajukan pada makin cepatnya perubahandalam segala bidang kehidupan, akibatnya dari efek globalisasi sertapengembangan teknologi informasi yang sangat akseleratif. Kondisi ini jelasmengakibatkan perlunya cara-cara baru dalam menyikapi semua yang terjadi agardapat tetap survive. Penekanan akan makin pentingnya kualitas sumber dayamanusia (SDM) merupakan salah saru respon dalam menyikapi perubahantersebut, dan ini tentu saja memerlukan upaya-upaya untuk meningkatkan danmengembangkan SDM. Secara khusus di dunia pendidikan, dengan kerakteristik peserta didik yang beragam membutuhkan kompetensi yang matang pada guru ataupun menajemen dalam memikirkan pengembangan SDM tersebut.
Sehubungan dengan itu peranan ilmu pengetahuan menjadi makin menonjol,karena hanya dengan pengetahuanlah semua perubahan yang terjadi dapat disikapidengan tepat. Ini berarti pendidikan memainkan peran penting dalammempersiapkan SDM yang berkualitas dan kompetitif. Ketatnya kompetisi secaraglobal khususnya dalam bidang ekonomi telah menjadikan organisasi usahamemikirkan kembali strategi pengelolaan usahanya, dan SDM yang berkualitasdengan penguasaan pengetahuannya menjadi pilihan penting yang harusdilakukan dalam konteks tersebut.
Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat menentukan, oleh karena ituperolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan baik dalam kontekspeningkatan kinerja organisasi. Langkah ini dipandang sebagai sesuatu yangsangat strategis dalam menghadapi persaingan yang mengglobal, sehinggapencapaiannya akan merupakan suatu bencana bagi dunia bisnis, oleh karena itudiperlukan cara yang dapat mengintegrasikan pengetahuan itu dalam kerangkapengembangan SDM dalam organisasi. Dari sinilah istilah manajemenpengetahuan berkembang sebagai suatu bagian penting dan strategis dalampengelolaan SDM pada Perusahaan/organisasi.
Pengetahuan memang merupakan milik individu, namun dapat dimanfaatkanoleh organisasi dengan tetap memberikan otonomi pengembangannya padaindividu tersebut. Dalam hubungan ini belajar dan pembelajaran menjadi katakunci dalam peningkatan kapasitas pengetahuan, oleh karenanya menjadikanindividu sebagai pembelajar merupakan kondisi yang diperlukan sebagai bagiandari upaya meningkatkan kinerja organisasi melalui pengintegrasiannya denganproses organisasi. Untuk itu organisasi perlu melakukan pengembangan dirinyamenjadi organisasi pembelajar, sebab hanya dalam kondisi yang demikianindividu/pegawai dapat benar-benar menjadi manusia pembelajar.
Knowledge management ini bisa dimanfaatkan baik bagi kita sebagai pribadisampai level perusahaan maupun negara. Pemanfaatannya dalam kehidupanpribadi, sebenarnya kita sudah sering melakukannya, namun mungkin kita tidaksadar bahwa kita sudah melakukan knowledge management, misalnya kita inginmenjadi juara kelas di sekolah (impian yg ingin diraih), maka strategi yang kitapilih untuk dapat mewujudkannya diantaranya :
·         Rajin belajar
·         Rajin membuat rangkuman pelajaran shg mudah dipelajari dan diingat kembali
·         Rajin mengikuti berita baik nasional maupun internasional
·         Menaati peraturan di sekolah, dsb
Hal tersebut dilakukan karena kita sudah “tahu”, bahwa hal-hal tersebut diatasberguna untuk melancarkan tercapainya impian. “Tahu” bisa dari riset kecilkecilanberupa mencari informasi cara-cara yang ditempuh para juara kelassebelumnya dari mulut ke mulut (tacit knowledge), maupun dari berbagai tulisandi berbagai artikel (explicit knowledge).
Tacit knowledge = Pengetahuan yg belum didokumentasikan, yg biasanyamasih ada di kepala masing-masing orang.
Explicit knowledge = Pengetahuan yg sdh didokumentasikan.
Ternyata dalam kehidupan sehari-hari kita sudah menerapkan manajemenknowledge. Pada level perusahaan, knowledge management merupakan perpaduandari :
·         Strategi bisnis : kemana perusahaan akan dibawa, dan bagaimana strategipencapaian targetnya.
·         IT : tools yang dipergunakan untuk mengimplementasikan strategi perusahaan.
·         Manajemen SDM : pelaku utama dari strategi perusahaan.
Banyak perusahaan baik di Indonesia maupun luar negeri yang sudahmenerapkan knowledge management untuk meningkatkan persaingan bisnis. DiIndonesia sudah ada beberapa perusahaan yg sudah menerapkan hal ini,diantaranya : PT. Widya Karya (WIKA), PT. Astra Graphia (AG), PT. Unilever,PT. Astra International, PT. Bank Mandiri, PT. FIF, PT. Medco EnergiInternasional, PT. Indosat, PT. Sinar Mas Agro Resources & Technology
(SMART), PT. Telkom, PT. Telkomsel, PT. Toyota Astra Motor, PT. UnitedTractors (UT), PT. XL Axiata, dll (terlepas dari seberapa jauh dan mendalamnyakeberhasilan penerapan knowledge management di perusahaan tersebut).
Namun, yang sudah terbukti keberhasilan penerapan knowledge managementtersebut adalah :
·         PT. Unilever, sebagai pemenang Asian MAKE selama 4 kali (2005, 2006,2008 & 2009)
·         PT. Astra International 2 kali terpilih sebagai pemenang Asian MAKE (2007 &2008), dan
·         PT. Widya Karya yang keberhasilannya dimuat dalam buku WirausahaMandiri)PT. Unilever, PT. United Tractor, dan PT. Bank Mandiri, terpilih sebagaiorganisasi berbasis pengetahuan yang paling dikagumi di Indonesia tahun2010, ke-3 organisasi ini dinilai paling berhasil dan berhak mewakili Indonesiadalam 2010 Asian MAKE Study.
Pada zaman ini, keberhasilan pelaksanaan KM di dunia usaha, telah dapat dibuktikan, kemudian mulailah menyusul pada dunia pendidikan, sebab seyogyanya KM bermula dari pendidikan, sehingga semestunya dapat dengan baik dilaksanakan di dunia pendidikan. kemajuan tekbologi turut memberi dukungan demi terlaksaanya dan terwujudnya pelaksanaan KM didunia pendidikan.

1.2. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pentingnya knowledge management pada Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam meningkatkan SDM dan layanan pendidikan

1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan tujuan yang telah dikemukakan di atas, maka makalah ini dibuat dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah pengertian Knowledge Management, Pendidikan Agama Kristen & Anak Berkebutuhan Khusus?
2.      Bagaimana gambaran layanan Pendidikan, khususnya PAK bagi Anak Berkebutuhan Khusus?
3.      Bagaimana Implementasi KM dalam PAK bagi ABK?















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Knowledge
Ackoff[1] (1989) mendefinisikan bahwa knowledge merupakan sebuah tipologidata, informasi, pengetahuan, dan kebijaksanaan. Ackoff berperan dapat bahwadata merupakan sesuatu yang mentah sedangkan informasi adalah data yangdijiwai oleh arti. Pengetahuan merupakan sebuah informasi yang ditarik bersamasamauntuk sesuatu yang bermanfaat. Kebijaksanaan merupakan pengetahuanyang dibawa kepada sebuah hubungan dengan dimensi moral kondisi manusia.
Knowledge adalah sebuah pencampuran antara pengalaman, nilai, informasikonstekstual, dan penglihatan para ahli yang menyediakan sebuah kerangka untukevaluasi dan berkaitan dengan pengalaman baru dan informasi. Knowledge iniasli dan dapat di aplikasikan ke pikiran. Dalam sebuah organisasi hal ini seringditanamkan tidak hanya pada dokumend atau reposisi saja namun juga padakegiatan, proses, praktek, dan norma organisasi (Davenport dan Prusak, 1998).
Knowledge merupakan bagian dari individu, personal, tinggal di dalampikiran manusuda dan seringnya orang tidak peduli denga kehadirannya. Prosespembangunannya tergantung kepada faktor lain termasuk informasi. Pengkreasianknowledge merupakan proses gradual dari penambahan nilai kepada knowledgesebelumnya melalui proses inovasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyakknowledge yang diturunkan dan dimiliki semakin banyak posisi yang dapat kitakreasikan dan di transfer kepada orang lain (Al-hawamdeh, 2003).
Elgar[2] (2008) menawarkan sebuah tipologi baru mengenai knowledge, yaitusebuah data, meaning, atau practice. Setiap term tersebut dapat diketahui dansecara bersama-sama mereka akan menunjukkan apa arti sebernarnya dariknowledge. Data adalah sebuah sinyal, sensedata sedangkan meaning merupakankerangka kognitif yang diartikan sebagai sinyal dan berhubungan dengankehidupan kita. Meaning berkaitan dengan lensa dan bukan dengan sense-datayang kita proses.


2.2. Management
Management di artikan sebagai proses mengkoordinasi kegiatan-kegiatanpekerjaan sehingga secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.Proses menggambarkan fungsi-fungsi yang sedang berjalan atau kegiatan-kegiatanutama yang dilakukan oleh manajer. Fungsi tersebut lazim disebut sebagai prosessmerancang, memimpin, dan mengendalikan. Manajemen juga memasukkanefisiensi dan efektifitas enyelesaian kegiatan-kegiatan pekerjaan organisasi[3](Robbins dan Coulter, 2002).
Manajemen merupakan bagian dari hierarki lain yang meliputi supervisi,manajemen, dan kepemimpinan. Supervisi berurusan dengan tugas individu danorang. Superivisi ini diterapkan pada tingkat operasi sebuah organisasi.Sedangkan manajemen berurusan dengan grup dan di prioritaskan pada tingkattakstis. Kepemimpinan berurusan dengan tujuan dan perubahan pada tingkatstrategis[4] (Bock, 2002).

2.3. Knowledge Management
Knowledge Management adalah usaha untuk meningkatkan pengetahuanyang berguna dalam organisasi, diantaranya membiasakan budaya komunikasiantar personil, memberikan kesempatan untuk belajar, dan menggalakan untuksaling berbagi knowledge. Dimana usaha ini akan menciptakan danmempertahankan peningkatan nilai dari kompetisi bisnis dengan memanfaatkanteknologi informasi[5] (Mc Inerney, 2002).
Knowledge Management memiliki fungsi penting yang terbagi dalam 4 halberikut :
a. Identifikasi aset, kunci dari knowledge yang ada di perusahaan.
b. Merefleksikan apa yang organisasi tahu.
c. Saling berbagi (sharing) segala knowledge kepada siapa pun yangmembutuhkan.
d. Menerapkan penggunaan knowledge untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Komponen kritis knowledge yang dibutuhkan dalam pelaksanaan strategiKnowledge Management yang berhasil adalah sebagai berikut:
a. Sumber dan aliran knowledge yang tepat bagi organisasi.
b. Teknologi yang tepat untuk menyimpan dan mengkomuniaksikan knowledgetersebut.
c. Budaya kerja yang tepat sehingga pekerja termotivasi untuk memanfatkanknowledge tersebut.




 



Best Practice Knowledge
Management

Gambar 1. Knowledge Management
Nonaka dan Takeuchi [6](1995) menyebutkan bahwa ada empat tipe interaksiantara dan diluar sebuah organisasi yang didasarkan pada perbedaan yang jelasantara tacit dan explisit knowledge yaitu sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, daninternalisasi. Keempat faktor tersebut menggambarkan sebuah proses yangdinamis dimana tacit dan explisit knowledge berubah. Keempat hal tersebutadalah:
1)      Sosialisasi (dari tacit tacit). Sosialisasi mengacu pada proses pembagian tacitknowledge di antara orang. Perubahan pengetahuan ini dapat terjadi antaraorang ke orang, orang ke banyak orang, atau banyak orang ke banyak orang.Tacit knowledge ini dapat ditransfer dari satu orang ke yang lain tanpamelalui proses verbal atau dokumen tertulis. Contohnya adalah berceritapengalaman. Tacit knowledge juga dapat diperoleh melalui observasi, on thejob training, mentoring, dan bergabung dengan aktivitas seperti rapat danbekerja sama dengan tim dalam sebuah proyek. Hal ini banyak berkaitandengan komunikasi dan kolaborasi dengan orang.
2)      Eksternalisasi (dari tacit explicit). Eksternalisasi mengacu kepada prosesartikulasi dan pengkodean dari tacit knowledge. Hal ini mencoba untukmengkonversikan tacit knowledge ke explicit knowledge. Proses eksternalisasiatau pengkodifikasi ini melibatkan penangkapan dan pendokumentasian daritacit knowledge. Eksternalisasi meliputi aktivitas seperti diskusi yangmelibatkan teman kolega atau anggota tim, merespon pertanyaan dan cerita.
3)      Kombinasi (dari explicit explicit). Kombinasi mengacu pada prosesmengkonversi explicit knowledge ke explicit knowledge yang lebih komplek.Explicit knowledge dapat dibagi dan ditransfer melalui dokumen dan email.Setelah seseorang mendapatkan akses dan pengambilan informasi, sebuahproses rekonfigurasi dapat mulai terjadi dimana informasi tersebut dipisahkan,dimengerti, dan direkontekstualisasi. Secara singkat, ini berhubungan denganproses dari sebuah informasi. Contoh kombinasi proses adalah menempatkansebuah laporan proyek dalam sebuah gudang bersama.
4)      Internalisasi (dari explicit tacit). Internalisasi terkait denga prosespenggunaan explicit knowledge. Hal ini memerlukan proses pengetahuaneksternal seperti informasi, pengertian, dan kemudianmenginternalisasikannya. Sehingga akan mengekresikan tacit knowledge untukindividual. Sebagai contoh, internalisasi akan terjadi jika seorang individumengakses dan membaca sebuah laporan proyek dari gudang organisasibersama, mengerti isi laporan, dan kemudian mengkontekstualisasikannya kedalam kebutuhan pribadinya dan sesuai dengan kondisinya sendiri.

2.4. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus (Heward)[7] adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus adalahAnak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Sedangkan Menurut Heward, Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tnpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi, atau fisik[8]
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Dalam memahami pengertian AnakBerkebutuhanKhusus mungkin Anda akan menjumpai beberapa istilah yaitu kelainan,  kecacatan,  dan hambatan. Pengertian dari  istilah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut[9].
  1. Kelainan adalah ketidaknormalan fungsi sistem organ,  biasanyamengacu pada keadaan medis /organik
  2. Kecacatan  adalah merupakan konsekuensi fungsional dari  kelainan yang dimiliki. Seorang anak yang mempunyai spinabifida ( punggungdengankeadaanbengkok / bungkuk (bahasajawa) ) , sehingga tidak dapat berjalan tanpa tongkatpenopang, berarti anak inimemiliki kecacatan.
  3. Hambatan adalah  konsekuensi sosial atau lingkungan akibat kecacatan. Banyak orang dengankecacatan tidak harus merasa mempunyaihambatan.
Perlakuan-perlakuan yang diterima ABK berpeluang menimbulkan rasa frustrasi pada diri ABK sehingga rentetan frustrasi yang berkepanjangan tersebut akan menjadi ancaman bagi seluruh perkembangan kepribadian anak. Artinya ketika salah satu aspek perkembangan anak mengalami hambatan, maka akan mempengaruhi aspek perkembangan yang lain (nurturant)[10].

2.5. Pengertian Pendidikan Agama Kristen (PAK)
Hakikat PAK[11] adalah usaha yang dilakukan secara kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.Pelajaran Pendidikan AgamaKristen, memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat.
Pendidikan Agama Kristen bertujuan[12]:
a)      Memperkenalkan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan karya-karya-Nya agar peserta didik bertumbuh iman percayanya dan meneladani Allah Tritunggal dalam hidupnya
b)      Menanamkan pemahaman tentang Allah dan karya-Nya kepada peserta didik, sehingga mampu memahami dan menghayatinya
c)      Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu menghayati imannya secara bertanggungjawab serta berakhlak mulia di tengah masyarakat yang pluralistik.
Ruang lingkup PAK meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
a)      Allah Tritunggal (Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) dan karya-Nya
b)      Nilai-nilai kristiani.

2.6. PAK bagi Anak Berkebutuhab Khusus (ABK)
Tentang Pendidikan Agama Kristen Wyckoff mengatakan: Pendidikan Agama Kristen melayani kehidupan yang ditebus, yakni kehidupan yang dijadikan baru oleh Allah yang menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menyatakan diri sejelas mungkin dalam Yesus Kristus dan yang senantiasa membimbingnya dengan Roh Kudus. Jadi, sifat paling khas dari pendidikan agama Kristen ialah bahwa ia mencakup Firman Allah, Firman yang Allah sabdakan kepada manusia. Hal ini juga berlaku bagi ABK, mereka juga memiliki hak yang sama dalam belajar akan Kasih dan Anugerah Allah yang juga berhak mereka terima, atau dengan kata lain kedudujan anak normal dengan anak berkebutuhan khusus dalam menerima Firman Allah dan belajar akan Firman itu adalah sama.
Jika dalam mata pelajaran yang lain, ABK mendapat perlakuan khusus (dalam arti penanganan berdasarkan kebutuhan meeka), maka dalam PAK juga semestinya demikian. Karena itu, dibutuhkan kompetensi yang memadai oleh seorang guru atau pendidik pendidikan khusus, baik yang di laksanakan di sekolah Luar Biasa ataupun yang di laksanakan di sekolah Umum yang menerima ABK.

Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, yang berbeda antara satu dan lainnya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas sudah memiliki pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan teristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya
Menyadariperlunyabimbingandanpembelajarankhususbagianak-anaktersebut, Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Kristen Indonesia (UKI) mendirikan Pusat Belajar dan Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus bernama Golden Kids. Dan tidak seperti sekolah biasa dimana orangtua mendaftarkan anak untuk kemudian anak mengikuti proses belajar, Golden Kids menerapkan sesi wawancara diawal bersama orangtua serta pengenalan terhadap anak.[13]
Stimulus, metode yang tepat dan data mengenai keterkhususan ABK, menjadi referensi penting dalam memikirkan layanan pendidikan, khususnya PAK bagi ABK. Disamping itu, kesabaran, ketekunan, ketegasan, kecakapan, kreatifitas, akan sangat mendukung dalam penanganan terhadap mereka. Beberapa contoh nyata bagi kita, yaitu Thomas Alfa Edison, yang dulunya dianggap sebagai seorang autism, kemudian lebih terkenal sebagai seorang ilmuwan yang sangat berjasa bagi dunia ilmu pengetahuan, ini membuktikan bagi kita bahwa dengan penanganan yang tepat bagi ABK dan spirit dari pembelajaran PAK bagi ABK akan membawa mereka kepada keberhasilan berdasarkan kemampuan mereka.










BAB III
PEMBAHASAN

Knowledge Management yang biasa disingkat KM, memang belummemiliki definisi formal. Tapi secara konseptual, KM merupakan kegiatanorganisasi dalam mengelola pengetahuan sebagai aset, dimana dalam berbagaistrateginya ada penyaluran pengetahuan yang tepat kepada orang yang tepat dandalam waktu yang cepat, hingga mereka bisa saling berinteraksi, berbagipengetahuan dan mengaplikasikannya dalam pekerjaan sehari-hari demipeningkatan kinerja organisasi.
Majalah Fortune pada tahun 1999 pernah mengeluarkan peringkat 15perusahaan urutan teratas hasil market valuation atas 500 perusahaan kelas duniayang paling sukses. Hasilnya, Microsoft bertengger di urutan pertama, disusulNokia, Fuji, Xerox, dan seterusnya. Apa kiat sukses mereka? Jawabannya adalah:mereka berhasil mengelola pengetahuan sebagai aset strategis, dan menjadikanpengetahuan sebagai salah satu indikator utama keberhasilan. Jadi, modal utamaperusahaan-perusahaan itu tidak lagi terfokus pada aset yang tangible (tanah,bangunan, uang) melainkan telah berubah ke aset intangible (brand recognition,patent, customer loyalty dll) yang merupakan wujud kreatifitas dan inovasi yang
bersumber pada pengetahuan. Sebagai suatu aset yang strategis, pengetahuanharus dikelola dan dikembangkan. Dengan manajemen pengetahuan yang efektif,akan tercipta iklim yang kondusif atau budaya belajar dan berbagi pengetahuan,sehingga pengetahuan para individu yang sangat beragam menjadi mudahdipadukan hingga menjadi pengetahuan organisasi atau perusahaan. Sasarannya:menghasilkan berbagai keunggulan.
KM sebagai sebuah konsep dimana perusahaan mengelola pengetahuanorganisasi secara efektif guna menciptakan business value dan competitiveadvantage. Pengetahuan yang semula milik individu, kini menjadi milikperusahaan, dan dapat digunakan serta disebarluaskan untuk kepentinganperusahaan. Konsep ini berorientasi pada pembentukan kowledge worker dalamperusahaan, seperti yang ditulis Peter F. Drucker dalam bukunya Landmark ofTomorrow di tahun 1959. Menurutnya, seorang pekerja yang efektif akanmengandalkan pengetahuannya dan tidak terbatas pada kemampuannya saja.
KM sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, khususnya pada penanganan ABK. Sebagaimana diatur dalam PERMENDIKNAS, nomor 32 Tahun 2008, mengenai tenaga pendidik pendidikan khusus, maka pendidik ABK mesti memiliki kualiikasi yang cukup menarik. Disini peranan KM dapat dimanfaat kan dengan baik. Setelah mengetahui pengertian dari KM, maka nampak bahwa KM dapat di manfaatkan dalam meningkatkan SDM pendidik dalam dunia pendidikan, dan bagi orang tua bahkan bagi ABK itu sendiri. karena itu, baiklah jika kita mengamati bagaimana kondisi umum pendidikan bagi ABK.

3.1. Keadaan Umum Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) sejak berdirinya hingga sekarang telah mengalami perjalanan yang panjang, baik yang terjadi di Indonesia maupun di negara-negara lain di dunia. Pendidikan anak berkebutuhan khusus secara umum dapat dilaksanakan di sekolah khusus, maupun di sekolah umum/ sekolah reguler.
Di Eropa, secara khusus pertama didirikan kira-kira sudah 200 (dua ratus) tahun yang lalu, namun baru pada abad ke-20 terjadi perhatian yang serius dengan diakuinya hak-hak sipil para penyandang cacat, termasuk diberlakukannya perundang-undangan yang mewajibkan pendidikan untuk semua (Befring,2001). Sejak tahun 1970-an, di Eropa perubahan radikal telah terjadi di bidang pendidikan luar biasa. Layanan PLB diperluas mencakup tidak hanya sekolah khusus tetapi juga di semua sekolah umum, anak usia pra-sekolah, remaja, sekolah menengah dan orang dewasa yang berkebutuhan pendidikan khusus[14] (Befring dan Tangen, 2001). Meskipun pendidikan anak berkebutuhan khusus telah cukup lama digunakan dalam melayani anak berkebutuhan khusus, namun baru pada abad 20 dipelajari sebagai disiplin ilmu yang mandiri.
Di Indonesia, perkembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dan pendidikan khusus lainnya, mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam dua dasa warsa terakhir. Dengan lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.20/ 2003, pendidikan luar biasa tidak saja diselenggarakan melalui sistem persekolahan khusus (SLB), namun juga dapat diselenggarakan secara inklusif di sekolah reguler pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Perkembangan cakupan layanan pendidikan luar biasa yang semakin luas tersebut, menunjukkan bahwa eksistensi pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini mempengaruhi tuntutan kompetensi guru pendidikan luar biasa, yang tidak cukup hanya dengan kemampuan menjalankan tugas-tugas keguruan tetapi juga non keguruan. Eksistensi penndidikan anak berkebutuhan khusus umum perlu dikembangkan ke spesialis pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Perkembangan pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu mengalami tiga fase (1) sebagai aplikasi teori-teori ilmu lain, terutama ilmu kedokteran dan psikologi, (2) sebagai bagian dari pedagogik, dan (3) sebagai disiplin ilmu yang otonom (Mulyono, 1994).
a.    Pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagai aplikasi teori-teori ilmu yang lain
Pada mulanya pendidikan anak berkebutuhan khusus bukan merupakan disiplin ilmu karena hanya merupakan aplikasi dari teori-teori disiplin ilmu tertentu, terutama ilmu kedokteran dan psikologi. Dalam bidang kesehatan banyak ditemukan gejala-gejala suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan melalui penggunaan obat-obatan atau terapi medik. Para dokter menyarankan agar digunakan terapi pendidikan (educational therapy). Demikian juga di bidang psikologi. Para psikolog klinis dalam melaksanakan kegiatan profesionalnya, menemukan adanya anak-anak dengan perilaku abnormal yang sumber penyebabnya adalah kesalahan pendidikan. Para psikolog juga menemukan adanya anak-anak yang proses mental dan perilakunya menyimpang dari kriteria normal yang memerlukan teknik penyembuhan yang bersifat memdidik. Teknik penyembuhan yang bersifat mendidik tersebut oleh para psikolog seperti halnya para dokter, disebut Pendidikan anak berkebutuhan khusus.

b.    Pendidikan anak berkebutuuhan khusus sebagai bagian dari Pedagogik
Seperti diketahui bahwa bidang telaah atau obyek ontologis ilmu pendidikan adalah situasi pendidikan anak untuk mencapai kedewasaan. Usaha memecahkan masalah pendidikan, khususnya pendidikan anak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan pendidikan khusus lain yang terpisah-pisah dalam penanganannya oleh para  dokter dan psikolog, menyebabkan banyak ilmuwan pendidikan yang merasa tidak puas. Ketidakpuasan tersebut mendorong dimasukkannya pendidikan anak berkebutuhan khusus yang semula hanya dipandang sebagai teknik penyyembuhan medik/ psikologik ke dalam disiplin ilmu pendidikan.
c.    Pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu
Seperti halnya disiplin ilmu lainnya, ilmu Pedagogik juga telah berkembang dengan pesat. Perkembangan yang sangat pesat tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan dari para ilmuwan untuk melakukan spesialisasi telaah kajiannya agar diperoleh tingkat analisis yang lebih tajam dan lebih seksama. Kecenderungan semacam itu juga melanda para ilmuwan dalam bidang pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan pendidikan khusus lainnnya untuk menjadikan pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu (Mulyono, 1994)
Pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu dalam praktiknya memerlukan dukungan atau penunjang ilmu-ilmu lain yang selanjutnya disebut ilmu-ilmu penunjang pendidikan anak berkebutuhan khusus. Pendidikan anak berkebutuhan khusus diantaranya adalah ilmu kedokteran, ilmu psikologi, ilmu pendidikan, bimbingan dan konseling, maupun ilmu-ilmu sosial.
Pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu merupakan bidang yang kompleks karena bersifat multidisipliner. Wilayah kajiannya atau ‘area of congruence’ sangat jelas yaitu hambatan belajar (barrier to learning), hambatan pperkembangan (barrier to development), dan yyang sifatnya temporer maupun permanen. ‘Area of congruence’ disiplin ilmu pendidikan anak berkebutuhan khusus mencakup tiga aspek meliputi : (1) interaction and communication impairment, (2) behavior and social-emotional impairment, (3) perceptual motor impairment. Area ini dapat terjadi pada setiap jenis anak berkebutuhan khusus, seperti tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, kesulitan belajar, anak cerdas dan berbakat istimewa, maupun jenis kelainan yang lain.
Bidang tugas disiplin ilmu pendidikan anak berkebutuhan khusus merupakan ‘area of congruence’ tersebut merupakan bidang kajian semua strata pendidikan di LPTK (S1, S2, S3) Pendidikan Khusus, maupun jalur profesi atau spesialis Ortopedagog.
Perbedaan dari kedua jalur tersebut terletak pada orientasinya. Jalur akademik berorientasi kepada pengembangan keilmuan pendidikan anak berkebutuhan khusus, sedangkan jalur pendidikan profesi atau spesialis berorientasi kepada kecakapan dalam aplikasi pendidikan ilmu anak berkebutuhan khusus, baik dalam settiing persekolahan maupun non persekolahan.


3.3. Implementasi Knowledge Management pada PAK bagi ABK
Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah :
1.    Bentuk Kelas Biasa
Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar dikelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut keterpaduan penuh.
Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang tua anak berkebutuhan khusus. Sebagai konsultan, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai penasehat mengenai kurikulum, maupun permasalahan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus.
2.    Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai. Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini seing disebut juga keterpaduan sebagian.
3.    Bentuk Kelas Khusus
Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi. Pada tingkat ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program di kelas khusus. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, artinya anak berkebutuhan khusus dapat dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olahraga, keterampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat atau acara lain yang diadakan oleh sekolah.
Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, si sekolah terpadu di sediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas,kepala sekoah, ata anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus. Disini peranan KM dapat diterapkan, bagi pendidik, dapat mengumpulkan data mengenai ABK dan penanganannya dan berbagi pengetahuan itu, baik melalui tulisan, lisan, atau media sosial dan internet. Disamping itu, orang tua dapat mengakses informasi itu dan menambah pengetahuan mereka, sehingga memudahkan mereka menangani anak ABK, bukan menyerah dan mengabaikan mereka.
Bersamaan dengan hal itu beberapa konsep knowledge management dapat mendasari suatu institusi pendidikan menerapkan suatu perpustakaan berbasis knowledge management[15], antara lain:
1)      Knowledge management merupakan proses yang terus-menerus harus dilakukan sehingga proses tersebut akan menjadi satu budaya dari perusahaan tersebut, dan akhirnya perusahaan akan membentuk perusahaan yang berbasis kepada pengetahuan.
2)      Knowledge management membantu organisasi untuk mengelola kemampuan tiap individu untuk sharing knowledge.
3)      Organisasi harus mampu mengintegrasi, me-manage knowledge dan informasi terhadap lingkungan secara efektif.
Hal-hal di atas harus dapat disinkronisasikan tanpa mengalami hambatan jika masing-masing user menyadari betapa pentingnya pengorganisasian pengetahuan. Pengetahuan tidak akan pernah mati maupun hilang begitu saja, apalagi dalam Universitas Gadjah Mada yang mengutamakan kualitas pendidikan bertaraf internasional.Pengetahuan yang umum tersedia dalam universitas berupa : Tacit knowledge :  pengetahuan yang berbentuk know-how, pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb. Explicit knowledg : pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar (cetak maupun elektronik) dan bisa sebagai bahan pembelajaran (reference) untuk orang lain.
Knowledge Management adalah konsep dan metodologi   yangmemungkinkan setiap komponen (yang sejenis) secara tersistim/terorganisasi membangun masyarakat berbasis pengetahuan dalam kelompoknya[16].Sesuai dengan hakekat implementasi KM, maka kegiatan pembelajaran dalam setiap komponen harus menunjang dan menghasilkan produk berupa best practices dan inovasi sebagai faktor  kekuatan daya saing dari setiap organisasi/perusahaan yang resultantenya bermuara pada kekuatan daya saing bangsa dan negara dalam lingkungan global Ekonomi Berbasis Pengetahuan.
Jadi, jika berbicara tentang penerapan KM di dunia pendidikan, yang paling utama adalahtransformasi SDM dan aktualisasi informasi ABK. Karena pendidikan ingin menjadi media atau tempat pembelajaran yang memberi makna bagi hidup dan mempersiapkan peserta didiknya mandiri dan hidup dengan baik di tengah dunia.Sehingga setiap stake holders harus mampu menjadikan dirinyasebagai seorang consultant, karena pendidik tidak hanya mengajar,tetapi juga menjadi pendidik dan pelaksana KM bagi yang lainnya.
Tantangan utama dalam menerapkan KM dalam dunia pendidikan adalah bagaimana mendorongpendidik, khususnya  pendidik PAK bercerita mengenai pengetahuan yang dikuasainya. Penerapan KMmembuat hal-hal yang sudah dilakukan pendidik menjadi lebih terstruktur danberkembang. Knowledge yang ada bisa dikumpulkan dan di-delivery ke semuapendidik di cabang ilmu apa pun dan pada karakteristik peserta didik bagaimanapun, termasuk ABK. Satu hal yang patut dicatat, KMmemungkinkan lahirnya sebuah inovasi dari level mana pun. Sebuah ide tidakharus selalu dari top management. Ide strategis bisa saja datang dari level bawahdan menengah. Misalnya, lahirnya ide metodotoli penanganan ABK, pembelajaran PAK yang menarik bagi ABKatau ide apapun itu. Dalam halini, pengetahuan yang dibagikan adalah bagimana menangani ABK dalam kelas atau ide menstimulus pembelajaran PAK bagi ABK. Setelah diadakan sesisharing pengetahuan dan melalui proses improvement, jadilah sebuah sistem yangbisa diterapkan oleh sekolah di daerah lain.
Pemimpin puncak di sekolah seharusnya komit dengan implementasi KM. Mereka semestinya terjunlangsung, bahkan sampai mau mengubah bentuk dari training centre menjadilearning centre. Itu salah satu wujud komitmen yang dapat diterapkan. Pada akhirnya,implementasi KM akan menjadikan dunia pendidikan sebagai organisasi pembelajar yang mandiri dan berkembang. Selain itu,dengan adanya penerapan KM, semangat team work dan keinginan untuk majujadi makin tinggi, serta penjiwaan menjadi seorang guru yang menerima peserta didik dengan kualifikasi atau kompetensi yang memadai semakin terasah dan berkembang.
Respons positif dari stake holders sangat diperlukan untuk mencapaikeberhasilan. Bagi mereka,  hal ini merupakan kesempatan memperbaiki danmeningkatkan pengetahuan secara terus-menerus, sekaligus sebuah tantanganmenarik. Untuk sampai pada tahap itu, sangat bergantung pada sejauh manamanajemen mendongkrak inovasi. KM memberipelajaran kepada mereka tentang paradigma baru dalam menyikapi dinamikadunia pendidikan. Akan tetapi, untuk inovasi,pendidikan harus bisa menyatukan KM di dunia pendidikan sebagai budaya yang terintegrasidan melekat pada seluruh stake holders. Untuk mencapai itu, semangat perubahanharus bersifat kolaboratif ketimbang berkompetisi menjaring peserta didik sebanyak mungkin atau memperoleh nilai tinggi pada ujian Nasional  di kalangan internal. Transferpengetahuan dan informasi hanya terjadi jika para individu punya pola pikirterbuka dan lebih mengedepankan kerja tim. Semangat berbagi pengetahuan danpengalaman harus dilandaskan pada rasa senang melihat rekan kerja bisa maju danberkembang, bukan untuk menjatuhkan.
Sekolah yang baik tidak selalu hanya memperhatikan kualitas yang baik,tetapi apa yang dihasilkan tentunya dapat mempengaruhi keadaan di sekitar, mulaidari orang-orang yang menikmatinya, reaksi sosial, kesehatan dan lingkunganhidup. Membuat kita jadi lebih dapat berpikir dan lebih cerdas dalam memilih hal-halyang akan digunakan. KM tidak hanya dimiliki oleh satu grup dalamorganisasi, tidak juga oleh sebuah industri tetapi juga pendidikan, khususnya bagi ABK. KM membutuhkan sebuahpendekatan multidisiplin yang holistik ke proses manajemen dan sebuahpengertian dari dimensi kerja. KM juga seharusnya merupakan evolusi daripenerapan manajemen yang baik dan diaplikasikan dengan tujuan yang jelas dalam pendidikan.























BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Hal yang penting dari pembahasan di atas adalah harus membuat suatu wadah untuk menampung berbagai KM sehingga dunia pendidikan menjadi mandiri, berkembang dan menjadi lebih solid. Sehingga, dunia pendidikan tidak kehilangan KM, dan guru baru bisa cepat menyesuaikan diri. Penerapan KM pada pendidikan, khususnya dalam pembelajaran PAK bagi ABK sangat baik, hal ini dilihat dari dukungan infrastruktur teknologi informasi yang ada, yang menjadi salah satu alternatif stimulus bagi ABK. Selain itu juga sekolah harus memperhatikan indikator-indikator keberhasilan KM sehingga diidentifikasi parameter-parameter yang menjadi prasyarat yang harus dipenuhi untuk mencapai keberhasilan implementasi KM. Penerapan KM membuat hal-hal yang sudah dilakukan stake holders atau pendidik  menjadi lebih terstruktur dan berkembang, serta meningkatkan semangat team work dan keinginan untuk maju jadi makin tinggi. KM memberi pelajaran kepada stake holders penddikan tentang paradigma baru dalam menyikapi dinamika dunia pendidikan. Bagi pendidik atau guru, ini merupakan kesempatan memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan secara terus-menerus, sekaligus sebuah tantangan menarik.

4.2. Saran
Budaya sharing knowledge perlu ditingkatkan untuk lebih mensukseskan jalannya sistem KM pada dunia pendidikan. Pihak manajemen sekolah seharusnya dapat ikut serta membantuk khususnya dalam pemberian solusi terhadap masalah-masalah atau kesulitan pendidik dalam melaksanakan tugasnya, sehingga sekolah akan lebih mudah mengembangkan budaya berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Bahkan akan, jauh lebih baik, jika budaya ini, menjadi kebijakan dari manajemen sekolah, untuk tidak sekedar didukung tetapi bersama-sama dilaksanakan.







DAFTAR PUSTAKA

Ackoff, R.L. 1989. From Data to Wisdom. Journal of Applied Systems Analysis:16, 3-9.
Al-Hawamdeh, S. 2003. Knowledge Management, Cultivating KnowledgeProfessionals. Oxford: Chandos Publishing (Oxford) Limited.
BeritH.JohnsendanSkjortenD.Miriam . (2004),Education-Special Need Education An Introduction “ PendidikanKebutuhanKhusus” SebuahPengantar,ProgramPascasarjanaUniversitasPandidikanIndonesia,UnipubforlagDevisiInternasionalJurusanPendidikanKebutuhanKhususFakultasPendidikanUniversitas Oslo Norwegya
Bock, W. 2002. Knowledge Management 101. Intranet Corner.
Boehlke, Robert R., (1996), Sejarah perkembangan pikiran dan praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Yohanes Amos Commenius sampai perkembangan PAK di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia (2010), cet. ke-5
Davenport, T. dan Prusak. L. 1998. Working Knowledge: How OrganizationsManage What They Know. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Elgar, E. 2008. Knowledge Management in Developing Economies.Chelthenham: Edward Elgar Publishing Limited.
Mc Inenery, Claire. 2002. Knowledge Management and The Dynamic Nature ofKnowledge. Journal of American Society for Information and Technology.Vol.53. Issue 12 (Oktober 2002). Hal: 1009-1018.
Nonaka, I dan H. Takeuchi. 1995. The Knowledge-Creating Company: HowJapanese Companies Creating the Dynamics of Innovation. New York:Oxford University Press.
PERMENDIKNAS, Nomor 32 Tahun 2008, Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidik Khusus.
Robbins, S. P. dan M. Coulter. 2003. Management. New Jersey: Prentice-Hall.

Suparno( 2007 ), PendidikanAnakBerkebutuhanKhusus, Bahan Ajar Cetak, DirektoratJenderalPendidikanTinggiDepartemenPendidikanNasional, Jakarta


http://desyani.blog.binusian.org/2009/07/12/knowledge-management-pada-ptunited-
tractorstbk/ [diakses pada 1 Oktober 2011, 13:15]

http://wishbeukhti.wordpress.com/2011/01/17/knowledge-management/ [diakses
pada 1 Oktober 2011, 14:05]

http://www.unitedtractors.com/index.php/corporate_overview/company_profile
[diakses pada 2 Oktober 2011, 21:25]


Zulaikhah Sri W. , M. Miftahudin, dkk dalam “ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS”
Presentasi yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Diampu oleh: WAHIDIN, S.PD.I, M.PD,  Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga
Tahun 2012.




[1]Ackoff, R.L. 1989. From Data to Wisdom. Journal of Applied Systems Analysis: 16, 3-9.

[2]Elgar, E. 2008. Knowledge Management in Developing Economies. Chelthenham: Edward Elgar Publishing Limited.
[3]Robbins, S. P. dan M. Coulter. 2003. Management. New Jersey: Prentice-Hall.
[4]Bock, W. 2002. Knowledge Management 101. Intranet Corner.
[5]Mc Inenery, Claire. 2002. Knowledge Management and The Dynamic Nature of Knowledge. Journal of American Society for Information and Technology. Vol.53. Issue 12 (Oktober 2002). Hal: 1009-1018.
[6]Nonaka, I dan H. Takeuchi. 1995. The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Creating the Dynamics of Innovation. New York: Oxford University Press.
[8]Zulaikhah Sri W. , M. Miftahudin, dkk dalam “ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS”
Presentasi yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Diampu oleh: WAHIDIN, S.PD.I, M.PD,  Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga
Tahun 2012

[9]BeritH.JohnsendanSkjortenD.Miriam . (2004),Education-Special Need Education An Introduction “ PendidikanKebutuhanKhusus” SebuahPengantar,ProgramPascasarjanaUniversitasPandidikanIndonesia,UnipubforlagDevisiInternasionalJurusanPendidikanKebutuhanKhususFakultasPendidikanUniversitas Oslo Norwegya

[10]Suparno ( 2007 ), PendidikanAnakBerkebutuhanKhusus, Bahan Ajar Cetak, DirektoratJenderalPendidikanTinggiDepartemenPendidikanNasional, Jakarta